Rabu, 09 Januari 2013

HUMOR DALAM ISLAM



Humor adalah sesuatu yang lucu sedangkan canda adalah kelakar atau senda-gurau, biasanya dilakukan dengan menggunakan lisan atau perbuatan yang  bertujuan untuk membuat suasana  menjadi lebih hidup atau sebagai icebreaking dalam komunikasi yang membeku, namun terkadang disadari atau tidak hal tersebut bisa membuat orang lain tersinggung ataupun sakit hati.
Sebagai umat Islam, seharusnya kita menyadarkan perilaku kita sesuai dengan perintah dan larangan dalam Al Qur’an serta apa yang  dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah (Suri Tauladan yang baik) bagi umatnya.
"Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Sebagian orang  menganggap humor itu tidak ada dalam agama dan menggambarkan beliau sebagai sosok yang sangat kaku dalam berinteraksi hingga tidak pernah tertawa .
Lalu bagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memberi contoh dalam senda gurau yang mampu memikat jiwa tanpa mengurangi wibawanya? Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melakukan senda gurau untuk sebuah maslahat, yaitu menyenangkan hati lawan bicara dan beramah tamah dengannya. “Sesungguhnya aku juga bercanda namun aku tidak berkata kecuali yang benar.” (HR. Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir, hadist no. 779)
Ada kisah menarik antara Rasulullah dan Zahir (seorang yang bertubuh cebol). Suatu hari Zahir sedang berdagang di pasar berteriak menjajakan barang dagangannya. Ketika itu Rasulullah datang dari arah belakang Zahir. Dengan sigap Rasulullah memeluk dan mengangkat tubuh Zahir dari belakang. Zahir tidak tahu siapa orang yang “main-main” dengannya. Ia berontak sambil berusaha melihat ke belakang. Ketika matanya menangkap wajah Rasulullah, ia justru mempererat pelukannya dengan merangkulkan tangan ke belakang tubuh Rasulullah. Kini Rasulullah yang kewalahan karena tidak dapat melepaskan dekapan Zahir. Tidak habis akal, Rasulullah teriak, “Budak, budak. Siapa yang mau beli budak?!”

Tersinggungkah Zahir dengan canda Rasulullah? Tentu tidak. Zahir malah berkata, “Aku tidak akan laku, wahai Nabiyullah”. “Kalau pun aku benar-benar budak, siapa yang mau membeli budak cebol seperti aku”. Demikian kira-kira makna ucapan Zahir. Mendengar ucapannya, Rasulullah lantas menghiburnya dengan berkata, “Tapi engkau mahal di hadapan Allah”. (Shahîh Ibnu Hibban).
Humor yang ada dalam hadis di atas masuk dalam kategori humor sarkastik, yaitu humor yang mengandung celaan terhadap orang yang dijadikan obyek humor. Walau dicela, orang tidak akan marah karena menyadari bahwa celaan itu dalam konteks bercanda. Humor model ini justru sering menciptakan keakraban luar biasa pada orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Saya tidak dapat membayangkan Rasulullah tidak terbahak ketika memperlakukan Zahir ibn Haram seperti itu. Jenis humor yang beliau lakukan sangat mungkin membuatnya terpingkal.
 Dalam hadis lain diceritakan bahwa Rasulullah pernah mencandai seorang nenek. Ketika nenek itu bertanya apakah dirinya akan masuk surga, Rasulullah menjawab bahwa nenek tidak akan masuk surga. Sang nenek kemudian menangis sesegukan. Rasulullah lantas mengutus seseorang kepada nenek tersebut untuk memberitahukan bahwa ia akan masuk surga, hanya saja dalam bentuk seorang gadis. Inna al-jannata lâ yadkhuluhâ ajûzun (Di surga tidak ada nenek-nenek). (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Dari dua kisah humor Rasulullah di atas, kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa Islam dapat disampaikan dengan cara yang sangat santai dan humoris. Jika Rasulullah memiliki selera humor yang tinggi, mengapa kita tidak mencontohnya?

1.   Senda Gurau

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al-An'Am : 32)
 Kehidupan di dunia merupakan permainan dan senda gurau. Ada kalanya menang ada kalanya kalah. Susah dan senang silih berganti. Senangnya merupakan kesenangan yang menipu, sedihnya merupakan kesengsaraan sementara. Itulah di namakan kehidupan di alam fana. Sungguh berbeda dengan kehidupan sejati dan abadi di akhirat  nanti. Barangsiapa senang, maka ia akan selamanya senang (Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan ini). Barangsiapa menderita, maka ia akan menderita selamanya (na’udzu billahi min zalik).
Senda gurau mungkin ibarat makanan sehari-hari bagi sebagian orang, terutama mereka yang suka humor/ humoris. Tidak jarang senda gurau yang mereka lontarkan menyentuh hal-hal yang tidak baik, tetapi sekali lagi mereka tetap mendapatkan tawa dari semua itu, entah apapun bahan senda gurau. Mungkin saja tidak perlu masa lalu, kemarin, tadi, barusan atau bahkan sekarang senda gurau itu menghiasi hidup kita, mengenyangkan pikiran kita, artinya kita tidak lepas dari senda gurau dalam keseharian kita.
Tetapi Awas.... Senda gurau bisa berakibat fatal. Hubungan persaudaraan dapat renggang gara-gara senda gurau, pikiran seseorang tercampur hal-hal kotor karena sendau gurau, bukankah hal ini tidak diinginkan? Sementara itu sebagian kita masih senang senda gurau, apakah mereka menginginkan kefatalan di atas?
Marilah kita sebagai seorang muslim bisa menyatukan keseriusan yang kita jalani dengan ruh senda gurau, ucapan manis dan mengundang senyum serta pilihan hikmah agar mampu menarik hati semua orang dengan perkataan kita agar dapat memikat jiwa setiap orang dengan cara bergaul yang lembut dan canda yang tidak mengurangi wibawa kita dan tetap mencerminkan pribadi kita sebagai seorang muslim .
Senda gurau yang lepas dari perkataan dan perbuatan terlarang merupakan anjuran. Ini adalah akhlak mulia yang dianjurkan Rasulullah Muhammad SAW.




By : Siti Alfiah

0 komentar:

Posting Komentar